Menatap Sungai Oya dari Watu Lawang, Mangunan. |
Mentari sudah menyinari sebagian ruas jalan. Tak seperti waktu di arah menuju Bukit BNI Imogiri yang masih teduh karena banyak pepohonan rindang. Di area lahan Kayu Putih ini cenderung lebih panas. Tak ada dedaunan yang menjadi pelindung kami dari teriknya sang surya. Memang masih pukul 08.30 WIB, sehingga terpaan mentari tak terlalu panas, hanya saja jika kelamaan terkena terik mentari tetap terasa panas.
Aku masih mengabadikan banyaknya pohon Kayu Putih di area jalan menuju Mangunan dari arah Bukit BNI. Kaki terasa gatal, aku mulai menggaruknya. Kuingat-ingat, mungkin ini akibat aku tadi menerabas semak-semak waktu mencari tulisan Bukit BNI yang berada di tengah-tengah lahan pertanian dan jalannya setapak.
Memotret sepeda di lahan Pohon Kayu Putih Imogiri, Bantul |
“Nanti ketemu dua tanjakan yang tinggi. Setelah itu jalannya relatif landai,” Terang Febri seraya berlalu mengayuh pedal sepeda diikuti Ridwan.
“Tanjakan lagi,” Gumanku sendiri.
Sedari tadi, aku dan kedua temanku sudah sarapan tanjakan. Di mulai dari arah menuju Bukit BNI Imogiri, sampai di Lahan Pohon Kayu Putih. Mendengar keterangan dari Febri, aku yakin sekali kalau tanjakannya jauh lebih tinggi dari sebelumnya.
Di beberapa tanjakan tadi, aku sudah menuntun sepeda. Fisikku benar-benar terkuras. Walau tiap pagi aku bersepeda ke kantor, tapi tetap saja setiap tanjakan aku lewati dengan menuntun sepeda. Aku menikmatinya.
Bergegas kususul mereka mumpung jalan masih landai. Tepat mendekati kedua temanku, sebuah tanjakan menjulang tinggi namun tak panjang di depanku. Segera kurendahkan gir paling kecil, gir depan dan belakang kompak di nomor satu.
Kayuhan sepeda memang jauh lebih ringan, tapi di sinilah fisik kita diuji. Semakin ringan, semakin banyak pula kaki mengayuh. Beruntunglah aku masih bisa melewati tanjakan pertama ini dengan aman. Namun, ditanjakan kedua, aku berhenti tiga kali baru bisa melewatinya.
Tanjakan tinggi arah ke Mangunan dari Bukit BNI |
Di depan ada perempatan kecil, jika jalan lurus ke bawah itu nantinya sampai arah ke Mangunan. Kami bertiga berhenti di perempatan dan memutuskan untuk mengunjungi salah satu destinasi wisata baru di sini. Watu Lawang namanya.
Destinasi ini dibuat setelah semakin banyaknya wisatawan yang berburu kabut kala pagi. Apalagi sebelumnya Bukit Panguk, Kediwung Mangunan, Imogiri sangat viral. Sehingga setelah lebaran, masyarakat di Dusun Mangunan ini membuat gardu pandang lainnya yang bernama Watu Lawang.
Kami lewati jalur yang sudah diberi tanda anak panah, sehingga tak sulit rasanya kami sampai di pintu gerbang. Menyusuri jalan yang didominasi bebatuan dan rumah warga, kami disambut dua penjaga (warga setempat).
Plang petunjuk arah ke Watu Lawang yang berada di perempatan |
“Tiga orang seharga Rp.6000 mas. Silakan nanti diperbolehkan motret sepeda di sini,” Ujar bapak penjaga sembari menunjukkan batu menjulang tinggi di sebuah baner besar.
Aku berhenti, lalu mengabadikan gerbang tersebut. Sebelum melanjutkan perjalanan ke Watu Lawang, aku berkesempatan ngobrol dengan kedua bapak di sini. Beliau mengatakan jika Watu Lawang ini memang baru beberapa bulan. Namun sudah banyak wisatawan, khususnya pesepeda yang berkunjung ke sini.
Masyarakat di sini peka dengan peluang menjadikan Watu Lawang sebagai destinasi pilihan alternatif bagi mereka yang tak sempat ke Gardu Pandang Mangunan. Bahkan dari bapak ini, aku mendapatkan kabar jika nantinya akan dibuatkan khusus trek untuk pesepeda di sekitar sini.
Ini artinya, akan ada jalur-jalur sepeda baru di Jogja. Jalur tersebut akan menambah daya minat para pesepeda untuk melibasnya. Di Jogja, jalur sepeda sudah banyak dibuat, dan semuanya berhasil menggaet para pesepeda untuk mencoba trek-trek tersebut.
Gerbang Wisata Alam Watu Lawang, Mangunan |
Perlu diingat, ketika sudah memasuki gerbang wajib melambatkan laju kendaraan. Jarak dari gerbang ke parkir hanya sekitar 100 meter, tapi cukup ada turunan yang agak tajam. Sesuai dengan arahan warga, aku segera memanggul sepeda menuju bawah.
Sebenarnya ada jalur untuk sepeda agar bisa dinaiki daripada dipanggul mengikuti tangga. Namun, kupilih sengaja memanggul karena rem sepedaku agak aus ditambah ban sepeda yang berukuran kecil. Aku takut di jalan kecil seperti itu malah merepotkan dan sulit mengendalikan sepedaku.
Melihat aku memanggul sepeda, ibu-ibu yang berjualan di sekitar area Watu Lawang tersenyum sembari mengomentari. “Wah sayang sepeda ya, sampai sepedanya dipanggul.”
Kedua temanku pun menimpali. “Biarin bu. Itu orang memang agak nyeleneh. Jadi dibiarkan saja, takutnya malah nangis.”
Ini foto Cak Ridwan bantu manggul saat naik ke parkiran |
Parah banget kan temanku. Bukannya bantu gantian manggul malah ikut berseloroh menimpali candaan ibu-ibu pemilik warung. Padahal pas di lokasi Watu Lawang, kedua temanku menjadikan sepeda ini sebagai properti berfoto. Beruntunglah waktu balik mereka gantian juga ikut memanggul sepeda ke atas.
Selain warung yang sudah mulai banyak didirikan, di sini juga ada ayunan. Cukup luas lahan yang bisa dipakai anak-anak jika bermain di sini. Aku tak ketinggalan beraksi, malah Febri mita difotokan saat duduk diayunan.
“Kalau sekarang naik ayunan, besok pas naik pelaminan juga aku abadikan kok. Tenang saja, sama teman gratis,” Balasku bercanda.
Kasian Febri main ayunan sendirian |
Ada banyak tempat yang dibuat di sini. Seperti tempat cakruk untuk bersantai, atau semacam titian kayu yang lagi ngehits di Jogja. Semacam titian kayu untuk gardu pandang. Tempat yan asyik dan sangat instagramable. Di samping titian gardu pandang, seorang sepuh duduk santai. Di depannya sebuah kotak untuk uang sumbangan sebelum berfoto.
“Sepertinya bakal menyumbangkan sedikit rejekinya untuk kotak sumbangan,” Beliau menyapa kami dengan ucapan tersebut dan tertawa.
Mbah Somijan, beliaulah sosok yang setia menunggu pengunjung yang ingin berfoto di titian kayu. Aku duduk antri menunggu dua orang yang berfoto di atas. Kumanfaatkan waktu menunggu sambil berbincang-bincang. Khususnya mengenai penamaan Watu Lawang.
Perihal penamaan Watu Lawang, menurut Mbah Somijan dikarenakan banyak orang mendengar bebatuan berderit layaknya pintu yang terbuka dan tertutup. Beliau mengatakan tak banyak orang yang dapat melihat langsung, namun banyak yang mendengar suara deritan tersebut.
Mbah Somijan setia menunggu wisatawan di Watu Lawang |
Ditambahkan Mbah Somijan, jika lokasi ini adalah petilasan Browijoyo. Sosok yang menjadikan tempat ini sebagai persinggahan jauh sebelum ada islam sampai di sini. Begitulah mbah Somijan menuturkan perihal penamaan Watu Lawang.
“Mbah, ini untuk kami bertiga ya?” Ujarku sembari memasukkan selembar uang puluhan ribu ke dalam kotak sumbangan.
Beliau berterima kasih dan mempersilahkan aku dan sepedaku untuk dibawa ke atas. Aku membawa sepeda sampai paling ujung. Dan menyandarkan sepeda di tiang pembatas. Dari sini kulihat bawah adalah sungai Oya, lokasi yang di bawahnya merupakan Jembatan Gantung Imogiri minggu kemarin kusambangi. Pemandangan yang sama namun dari sudut yang berbeda dengan Gardu Pandang Mangunan.
Pemandangan di Watu Lawang, Mangunan |
Berhubung sudah pukul 09.20 WIB, tak kutemukan kabut di sini. Jika aku datang subuh dan di sini pagi hari, aku pasti mendapati pemandangan sejuk nan indah beserta balutan kabut. Pasti pemandangannya tak kalah indah dengan Bukit Panguk dan Gardu Pandang Mangunan.
Hanya saja di sini kita tak bisa melihat mentari terbit karena menghadap ke arah selatan dan tertutup beberapa bukit. Kuabadikan sepedaku di sini sebelum kami berfoto bareng bertiga. Beruntunglah aku membawa Tripod, dan pastinya bisa berfoto bareng tanpa harus meminta bantuan orang lain.
Selama aku di sini. Ada sekitar 10 pengunjung termasuk aku. Kedua pengunjung sebelum aku sudah meninggalkan titian Watu Lawang. Kami bertiga beraksi sepuasnya, namun kami tahu waktu karena ada empat cewek yang sudah menunggu sembari menenteng Tongsis. Aku sudah lama tak mengangkat sepeda, dan di sini kesempatanku mengabadikan sambil mengangkat sepeda.
Syah!! Si Monarch 1.0 sudah berkunjung di Watu Lawang, Mangunan |
“Kita foto bareng!!”
Tripod kupasang, lalu kusetel timer 10 detik. Kedua temanku sudah dari awal sudah bersiap berdiri di titian Watu Lawang. Lalu aku melangkah ketika sudah menekan shutter kamera. Cukuplah mengabadikan diri bertiga, ini artinya kami sudah bersepeda bareng dan foto ini sebagai buktinya.
Usai mengabadikan, kami berpamitan ke Mbah Somijan dengan kembali berjabat tangan. Masih ada satu lokasi lagi yang ada di sekitar Hutan Pinus Dlingo yang akan kami sambangi. Lokasi yang baru berbenah dan memang belum begitu dikenal dan belum banyak pengunjung yang datang. Nanti aku tulis sekalian dengan perjalanan sebelumnya waktu mengunjungi Bukit Hijau BNI.
Dokumentasi bertiga, mukanya pada nggak jelas |
HTM Masuk di Watu Lawang: Parkir Mobil: Rp. 7000, Bis/Elf: Rp. 10.000. Untuk kendaraan motor: Rp. 3000. Jika ingin menggunakan jasa ojek ke lokasi dari pintu gerbang dikenai tarif Rp. 5000.
Rute: Rute bisa melalui Makam Imogiri – ke arah Mangunan. Ketemu pertigaan nanti ada plang belok kanan dan ikuti jalan. Jika dari Arah Bukit BNI; Ikuti jalan sampai mentok ketemu perempatan, belok kanan (plang Watu Lawang). Akses jalan lebih sepi lewat Bukit BNI, namun ada dua tanjakan yang agak tinggi. Jika memang susah dan kebingungan, sangat disarankan untuk menanyakan lokasi tersebut pada penduduk setempat dengan sopan.*Bersepeda ke destinasi Watu Lawang, Mangunan, pada hari Sabtu; 03 September 2016.
Baca juga tulisan Bersepeda lainnya
Wah keren tempatnya, boleh lah kapan2 maen ke tempat ini :)
BalasHapusitu sepedanya sampe dibawa ke atas gitu (y)
Iya mas. Kalau mau tanjakan nggak terlalu banyak namun beragam bisa lewat Bukit BNI. Kalau lewat arah mangunan itu nanjak terus nggak ada matinya hahahah
HapusOh gitu, boleh tuh bisa di coba.. hehe
HapusDicoba saja mas. Asyik kok rutenya..
HapusPohon2 kayu putih itu jadi fotogenic banget yaaa kalo di foto
BalasHapusAku ada loh om foto di sana. Sengaja buat blog ntar hahahahha. Narsis pakai sepeda di Pohon Kayu Putih :-D
Hapusrupanya sekarang mangunan punya watu lawang, layak saya cari ini mas, kebetulan juga sudah beberapa lama ngga maen ke sekitar mangunan
BalasHapusIya mas. Aku malah belum ke Panguk :-(
HapusAku baca kok malah ngrasain capek naik tangganya yaaa
BalasHapusPas ke sana terus naik tangga ki kaya memeras keringat kaos basah :o lha apalagi itu sama manggul sepeda :')
Mas sitam pasti banyak nuntun e sepeda haaa lha jalannya ke bukit BNI aja waww banget
Perasaan situ aja tanjakannya waooow, sebenarnya tanjakan di sana itu kejam, Dwi. Menipu, terlihat sudahs elesai tapi kok masih ada terus tanjakannya hahahah
Hapuskamu ngayuh sepeda di tanjakan aja udah lelah mas? berarti kamu harus ganti sepeda mas. coba pilih yg merek jupiter . itu keren
BalasHapusBaiklah siapa tahu nanti yang mereknya Ford bisa kebeli dan kubawa pas lagi pengen main :-D
HapusFord i merek mobil dudu? aku pengen dong foto sambil angkat sepeda gt mas. buat pencitraan
HapusMerk sepeda nif hahahahahhaha
Hapuswah nie tempat emang kece mas hehe #hist dah pokoke hehe
BalasHapusBanyak banget tempat yang ngehits di daerah Mangunan, mas.
HapusKali ini fokus sama foto-fotonya, cakep banget! Pemandangannya juara, ya mas :).
BalasHapusMakasih hehehehe. Memang lokasinya asyik banget buat diabadikan :-D
HapusBesok kalau survey ke Dlingo mampir ah, kemaren baru ke Kediwung aja
BalasHapusAku malah belum pernah ke Kediwung mbak :-(
HapusRencananya kalau nanti sepedaan lagi baru ke sana.
kaya ginian ini memang lagi ngehits ya
BalasHapusdi lombok juga ada nih, baru beberapa bulan...
tapi aku belum nyobain sih...
Benar mas, banyak tempat sekarang modelnya seperti ini. Apalagi kalau misalnya menghadapnya pas ke Timur atau Barat. Bakalan dapat nilai plus sendiri :-D
HapusWah, aku ra tau dijaki sepedaan :3 E tapi kalau diajakin yo sepedane saiki wis dijilih sing nduwe ding.. XD
BalasHapusHahahah, kapan-kapan aku dijaki dolan neng Gunungkidul mas ahahhah
Hapuscakep banget, pengin banget ke mangunan tapi belum kesampaian hksss
BalasHapusWahh diagendakan mbak. Yakin deh nggak bakal nyesel ke sana kalau pas liat kabut :-)
HapusTerima kasih infonya mas, ini bisa buat refernsi liburan,,
BalasHapusSama-sama, semoga liburannya menyenangkan :-)
HapusTambah banyak ae destinasi wisata yang di eksplore, maju terus pariwisata indonesia
BalasHapusBenar hehehe, makin banyak di sini tempat seperti ini.
Hapuslumayan bagus..
BalasHapuscuma agak jauh dari parkiran sih..
milih kebun buah mangunan wae sudah sampe lokasi hehhe
Hahahaha, kudu jalan dulu mas. Nurunin tangga kakakakak. Itu tulisanmu nangkring di atas loh hahahahhaha
Hapuskece niiih mas...jadi pengen ngajak anak
BalasHapusBisa main ayunan juga loh mas di sini. Heeeee
HapusKalo di bandung ada juga tuh yang mirip kayak gini, tebing keraton namanya...
BalasHapusIya mas, saya pernah dengar nama itu dan katanya memang ngehits banget di Bandung :-)
HapusPan kapan baca buku sambil ayunan disana enak kali yak :D
BalasHapusWah udha ke sini ya. Josss. Aku malah lupa nggak bawa buku hahahhah
Hapusfoto pertamanya keren mas sitam .. fantastis .. saya suka bangettt
BalasHapusMakasih kang heheheh. itu sengaja pakai tripod dan timer 10 detik :-D
HapusAha Jogja terlalu banyak tempat model ginian. Yang dulu-dulu aja belum banyak disambangi udah muncul yang baru-baru. Padahal sih aslinya nyaris sama hihihi. Tapi bener kata Mas Cum, pohon kayu putihnya fotogenic banget.
BalasHapusDi kawasan Dlingo, Mangunan, dan sekitarnya kalau dihitung ada banyak model seperti ini mbak. Saya sendiri penasaran ada berpa jumlahnya, pengen coba ke sana dan liat semua.
HapusViewnya keren banget, mas. apalagi sambil bersepeda, jadi lebih kerasa alaminya.
BalasHapusHehehehe, tanjakanannya juga lumayan loh kalau dinikmati :-D
HapusMana 4 Cewek yang nunggu pake Tongsis Mas, kok ngga difoto..hehehe
BalasHapusSengaja nggak diabadikan mas. Nggak ijin minta difoto kemarin ahhahaha
HapusWaaah nemuuu ae panggonan apik :D
BalasHapusMasih banyak lokasi yang baru loh mas hehehehehhe
HapusAzeque banget ya sepedaan sama kawan. Saya juga dari dulu pengen kayak gini, tapi belum pernah kesampaian. Btw, itu foto-foto yang akhir-akhir pada keren-keren ya. Hehe.
BalasHapusHehehehe, sepedaan emang asyik mas. Ayuk diagendakan sepedaan haahha
Hapusasli mas,, udah pernah kesana dan emang keren banget tempatnya
BalasHapusSepertinya kalau diagendakan lagi ke sana pas subuh lebih indah ahahhaha
Hapuswah .. kalau tempatnya asri kayak gini ... mungkin gk ada capeknya mengayuh sepeda ...
BalasHapusHehehehhe, sama saja capeknya mas. Tapi lebih semangat aja :-)
Hapus