“Mudik selalu menjadi saat yang kunantikan, perjalanan pulang menuju kampung halaman dengan membawa sejuta cerita yang nantinya akan kuceritakan pada orang rumah, teman sekampung, dan orang-orang di tongkrongan. Mudik menjadi waktu di mana kita bisa bersua dengan mereka yang sudah lama tak ketemu, bahkan dengan orang-orang baru yang kita sapa berbarengan menuju tempat yang sama.”
Ransel berukuran 40L sudah kusiapkan. Malam ini aku akan mudik ke Jepara, dan paginya langsung menyeberang ke Karimunjawa. Kulihat jam tangan sudah menunjukkan pukul 22.45 WIB. Sebentar lagi jemputan salah satu travel Jogja – Jepara menjemputku. Seperti halnya tahun lalu, aku sengaja naik travel agar bisa sampai di Jepara pada saat dinihari. Tak seberapa lama kemudian hpku berdering.
“Mas, saya sudah di jalan Ori,” Terang suara dari seberang telepon.
Bergegas aku jalan menuju ujung jalan. Sempat kuberpamitan dengan beberapa teman kos yang tidak mudik. Di sana sudah ada sebuah mobil Avanza yang terparkir. Aku tahu ini adalah travel yang biasa kunaiki. Aku sapa beliau seraya menaruh ransel ke dalam mobil. Selang sebentar saja, dua orang masuk ke dalam mobilku. Menurut sopir, kami ini hanya berempat saja.
“Halo saya Pitrus,” Sapa bule yang baru masuk dengan logat bahasa Inggrisnya.
Tak hanya Pitrus, teman satunya lagi yang bernama David pun bersalaman denganku. Malam ini kami berbicang lama dengan dua backpacker berasal dari Swedia yang juga ingin menuju Karimunjawa. Beruntunglah aku masih sedikit bisa mengimbangi perbincangan mereka.
Kami terus berbincang selama perjalanan ke Jepara. Sepanjang perjalanan mereka bercerita jika sengaja ke Indonesia untuk main saja. Sempat dua hari di Jakarta, mereka menceritakan bagaimana kemacetan di Jakarta. Keduanya juga terbahak-bahak kala menceritakan pengalaman naik motor dari Jogja ke Magelang saat menuju Candi Borobudur.
Mereka merasakan kalau sepanjang perjalalanan waktu naik motor itu adalah hal yang sangat seru. Banyak orang yang menyalipnya, dan dia begitu menikmati. Dari sini aku juga tahu kalau David adalah sarjana Ekonomi, sedangkan Pitrus mahasiswa Seni Musik yang memutuskan tidak lanjut kuliah hanya untuk backpacker.
“Saya pustakawan,” Jawabku sewaktu mereka bertanya apa pekerjaanku.
Tak terasa perjalanan panjang ini sudah sampai di Jepara. Masih dinihari kami sudah berada di Pelabuhan Pantai Kartini. Kami bertiga langsung diarahkan sang sopir untuk istirahat di salah satu warung makan dekat pelabuhan.
Aku, Pitrus, dan David langsung mengambil tempat untuk merebahkan badan. Perjalanan selanjutnya masih beberapa jam lagi, kapal nanti yang kami naiki menyeberang pukul 09.00 WIB.
“Gawaiku tidak bisa buat akses internet, kamu bisa bantu?” Pinta David.
Aku langsung mengeluarkan Mifi salah satu provider yang kupunya. Di situ kuberikan David password dan dia bisa akses internet. Sambil tiduran kami masing-masing berselancar di dunia maya. Sementara itu Pitrus malah asyik terlelap. Dia sepertinya tak begitu suka membuka gawai.
Pukul 05.00 WIB, aku menuju tulisan Pantai Kartini untuk mengabadikan waktu subuh yang cerah. Bergegas kuambil kamera Mirrolles yang dari Jogja hanya kutenteng di dalam tas kecil. Bergegas kupasang Tripod dan kuhidupkan kamera. Berkali-kali kuhidupkan, tapi kamera tak mau hidup.
Aku sedikit gugup, segera kucoba lagi, tapi tak berhasil. Begitu kuperiksa semua, ternyata baterai kamera tak terpasang. Satu-satunya baterai kamera tertinggal di Jogja. Lemas rasanya, banyak rencana yang kuagendakan selama di Karimunjawa menjadi gagal total karena aku tak membawa kamera.
Benar-benar kesalahanku. Langkah gontai aku kembali ke warung makan, sebelumnya sempat mengabadikan beberapa perahu menggunakan kamera hp (akan uceritakan di lain waktu dokumentasi dengan kamera ponsel). Sesampai di warung makan, kuceritakan perihal ketinggalan baterai pada dua sahabat baruku.
“Aku ceroboh,” Keluhku.
“Tidak, kamu tidak ceroboh. Kamu masih bisa mengabadikan pakai kamera ponsel. Selain itu, kamu juga bisa mengabadikan selamanya dengan matamu,” Seperti itulah sedikit ucapan Pitrus berusaha menghiburku.
Ada yang menarik bagiku, selama kami berbincang kurasa bahasa inggrisku menjadi sedikit lebih baik. Padahal waktu kursus bahasa Inggris, aku paling pasif kalau disuruh berbincang. Berbeda dengan kali ini, aku sangat intens berbincang, terutama dengan Pitrus. Tepat pukul 08.00 WIB, aku mengajak Pitrus dan David untuk bergegas pindah ke pelabuhan kapal cepat.
“Jangan lupa tiket dan Kartu Identitas kamu siapkan, nanti ada pemeriksaan.”
Mereka langsung mengambil tiket dan Paspornya. Kami bertiga ikut mengular antri masuk ke dalam kapal. Di sini kami juga bertemu dengan salah satu bule yang sendirian ke Karimunjawa. aku lupa namanya, tapi dia gabung dengan kami.
Di dalam kapal kami berpisah, David dan lainnya masuk ke bagian VIP. Aku sendiri melangkahkan kaki ke atas, tepatnya kursi yang dikhususkan orang menggunakan KTP Karimunjawa. Perjalanan ke Karimunjawa mulai kami nikmati.
Tak seperti tahun-tahun biasanya, tahun ini penumpang cenderung sepi, dalam satu baris kursi bisa aku gunakan tidur sendirian. Kapal dipenuhi oleh wisatawan yang ingin menikmati hari libur ke Karimunjawa. Aku duduk di dekat jendela seraya membaca sebuah buku “Ekspedisi Pinisi Nusantara – Pius Caro”. Bosan rasanya duduk dikursi, aku melangkahkan kaki ke luar bagian dek luar.
Di sana sudah ada banyak orang yang sengaja ingin di luar seraya menikmati terpaan angin laut. Tak ada ombak, cuaca pagi ini benar-benar menyenangkan. Luasnya samudera ini bagaikan kolam tak bergelombang.
Aku benar-benar menikmati perjalanan pulang. Kusapa beberapa orang yang kukenal di belakang. Salah satunya adalah Likin, teman selama tiga tahun waktu sekolah SMP di Karimunjawa. Dia sedang bersama anak salah satu temannya yang juga berasal dari Karimunjawa.
Laju kapal berlayar cukup kencang, dari kejauhan sudah mulai tampak gugusan pulau Karimunjawa. bukit berderet panjang, dan tersebar beberapa pulau yang juga kelihatan jelas. Ketika sedikit sudah dekat dengan daratan, laju kapal diperlambat.
Di sini kapal yang aku naiki hampir berbarengan dengan kapal Siginjai yang berangkatnya tadi pukul 07.00 WIB. Aku mengabadikan pulau dari atas kapal. Tak ketinggalan juga mengabadikan kapal Siginjai yang ingin melabuhkan di dermaga. Dermaga keduanya berdekatan, jadi dari kapalku terlihat jelas penumpang yang ada di kapal Siginjai.
Pun sebaliknya, dari sana mereka juga dapat melihat penumpang kapal cepat yang kami naiki sedang duduk di dek paling belakang. Tak hanya mengabadikan kapal Siginjai. Akupun mengabadikan diriku dari atas kapal dengan latar daratan Karimunjawa. Tak lebih dari dua jam perjalanan, akhirnya kami sandar di Karimunjawa.
Sepertinya, kenangan tak dapat mudik dan harus menahan waktu lama di Jepara tahun lalu tak terulang tahun ini. Beruntunglah aku, aku bisa berkumpul dengan keluarga dalam waktu yang lebih lama. Ya, walau sebenarnya agendaku banyak berubah karena kasus ketinggalan baterai kamera.
Kapal Siginjai terlihat akan berlabuh di Pelabuhan Karimunjawa |
Aku masih bisa menikmati waktuku. Selama di Karimunjawa, aku nantinya lebih banyak bersantai di rumah. Menulis beberapa tulisan yang nantinya akan kuposting di blog, dan sengaja tak menyentuh blog agar fokus dengan keluarga. Tahun ini semua dokumentasi yang kuabadikan nanti berasal dari kamera ponsel.
Aku harus bisa menjadi sedikit lebih jeli agar hasil dokumentasi tetap terlihat indah. Intinya, dengan kamera ponsel ini, aku harus bisa mendapatkan beberapa dokumentasi untuk bahan tulisan di blog. Aihhh, akhirnya lebih dari sepuluh hari ke depan, aku menikmati waktuku di Karimunjawa. *Dokumentasi perjalanan pulang ke Karimunjawa pada hari Jum’at; 01 Juli 2016 menggunakan smartphone.
wah sampeyaan memang blogger pistakwans ejati ams.. dan anak pantai asli hehe... mantap dah produk indo ini hehe... hayo eneng" nih ada yg gak kalah ganteng sama bule" hehe... sukses mas rullah semoga karimun jawa makin tenar...
BalasHapusHeehhehe makasih mas :-D :-D
HapusTuku maneh dap, sek versi OEM ae.. biasane msh satu pabrik, sek ORI larang
BalasHapusWes entuk seng ORI dab hahaha.
HapusEnak e, kui mudik seng berasa jalan-jalan :D
BalasHapusDinikmati mas, steipa perjalanan kan pasti ada cerita :-D
HapusWalaupun kamera ponsel yang penting tetep mantab masss
BalasHapusIntinya sama, sama-sama buat dokumentasi :-D
Hapusperjalanan yang sangat seru ya mas dan juga bisa mendapatkan teman dari orang luar..
BalasHapuswalaupun menggunakan kamera ponsel yang penting tetap eksis mas :D hehehe
Heeee, senang rasanya bisa ngobrol dengan mereka. Jadi lumayan percaya diri berbahasa inggris :-D
HapusMelu lemes mocone. hiks wah ada tempat khusus ber ktp karimun, enake rek :v
BalasHapusHahahaha, tapi kenyataannya nggak ber KTP Karimunjawa pun banyak yg di sini kalau lagi rame.
Hapusjalan jalan terus :D
BalasHapusJalan-jalan pulang gan
Hapussaya baru sekali ke karimun, dan itu tidak terlupakan sampai sekarang, sungguh indah sekali
BalasHapusHarus diagendakan ke sana lagi ehehheh
Hapusaku ngerti rasanya :D.. pas ke chiang rai, chiang mai dan bangkok 2014 lalu pun, aku ketinggalan kamera.. untungnya sih travelmate bawa.. tp tau sendirikan, ga enak lah minjem2 gitu sbnrnya.. bener2 pengalaman paling nyebelin, tp setidaknya aku jd ga trlalu sibuk motret dan lbh nikmatin liburannya :D
BalasHapusHeee, kalau aku sempat gitu ke LN dan lupa bawa kamera bisa nggak kebayang mbak hahahha. Terlebih aku belum pernah ke LN hahahahh
Hapusduh gusti... saya pernah mengalami hal yang sama. untung masih bawa HP yang punya piksel lumayan gede sehingga masih ada beberapa gambar yang lumayan bagus hehehe. nyesek banget ya mas
BalasHapusHehehehhe, tapi cukup menikmati pas motret pakai kamera smartphone :-)
Hapuswahhh masih muda kok sudah jadi pelupa sih mas, hehehhe
BalasHapusNasib kurang mujur mas hahhahha
HapusUuuuh.. Bulenya leh uga :p
BalasHapusMinat PM kakakakakkaka
Hapuswah ..... perjalanan mudik yg seru bgt ya Mas Nasirullah .. berbincang dgn bule pula ..:)
BalasHapusMudik memang mempunyai banyak cerita tersendiri.
Hapus