“Ada yang bilang, mengabadikan diri di suatu tempat adalah hal yang
mutlak dilakukan. Terlepas apakah mereka hanya berniat selfie, atau memang
sebagai bukti kalau mereka sudah pernah singgah/mengunjungi tempat tersebut. Tak
ada yang salah, selama apa yang mereka lakukan tak menyalahi aturan. Ya,
abadikanlah dirimu di tempat-tempat yang kamu kunjungi; maka suatu saat
dokumentasi itu berharga, penuh makna disertai cerita panjang.”
Selfie di Gapura Pelabuhan Karimunjawa |
Suatu ketika, aku pernah duduk
termangu menatap lautan. Bersandarkan dinding bangunan usang, aku terus menatap
ke arah laut lepas. Berharap pandanganku menemukan titik kecil yang ada di
ujung samudra, dan lambat laun menjadi besar; terlihat jelas bentuknya. Kapal
penyeberangan Jepara – Karimunjawa, itulah alasannya kenapa aku masih menunggu di sini. Sebuah penantian yang cukup unik
sebenarnya, aku tidak sedang menantikan seseorang turun dari kapal, lalu dia mencari-cariku
dan tersenyum ketika menatapku. Aku hanya ingin melihat kapal sandar saja,
melihat keriuhan para wisatawan yang menjejakkan kaki di Karimunjawa untuk kali
pertama. Melihat ekspresi mereka ketika kapal sudah sandar, dan tentunya
mengabadikan wajah-wajah bahagia setelah 2 jam mengarungi utara laut Jawa. Raut
wajah yang menunjukkan rasa capek serta bahagia.
“Kapalnya sudah telihat, kak!” Seru adik sepupuku.
Aku sedikit terkejut, buyar semua yang ada dalam lamunanku. Bergegas kuambil kamera dan mengabadikan dari kejauhan. Ya, inilah kapal cepat Bahari
yang rutenya Jepara – Karimunjawa yang kutunggu sedari tadi. Seperti yang
kukatakan dari awal, kapal itu mulanya terlihat laksana titik kecil di tengah
bahtera, lalu membesar, and terlihat jelas bentuknya. Tak lama berselang, kapal
bersandar di dermaga kecil. Tempat yang hanya beberapa mete saja dari sandaran
Kapal Siginjai.
Kapal Cepat Penyeberangan Jepara - Karimunjawa |
“Satu-satu keluarnya, mohon yang di belakang jangan mendorong!!” Seperti itulah suara ABK Kapal
seraya menertibkan penumpang yang keluar.
Hilir-mudik para penumpang turun
sedikit berdesakan. Pintu kecil sisi kanan kapal hanya bisa dilewati
satu-persatu penumpang. Lebih dari 300 penumpang harus bersabar turun. Sebagian
dari mereka masih asyik menunggu di dalam kapal, tapi sebagian lagi sudah
berdiri antri di arah pintu sebelum kapal sandar. Aku dulu pun melakukan hal
yang sama, sambil menggendong ransel berukuran sedang, aku ikut jejer antri
(kala menaiki kapal). Kali ini aku membidik wisatawan yang berasal dari manca.
Sesekali kuabadikan mereka yang tak luput dari pandanganku.
Salah satu wisatawan manca yang ke Karimunjawa |
Para wisatawan manca ini beragam. Ada
yang datang sendirian, berdua, bahkan berombongan lebih dari tiga orang. Bawaannya
pun tak kalah banyak; yang sepasang mereka memanggul dua ransel besar, ditambah
tas kecil di depan; mereka yang berombongan ada yang menggeret koper. Mereka
langsung mengikuti arah dermaga ke terminal pelabuhan. Namun, di antaranya
malah berhenti tepat di pinggiran jembatan. Mata mereka menatap ke bawah, bisa
jadi mereka takjub akan kejernihan laut Karimunjawa.
Tak kuabadikan bagaimana air di
Pelabuhan Karimunjawa ini; tapi aku masih ingat jelas tepat di tempat ketiga
bule itu berhenti dan menatap ke bawah. Pandangannya tentu tertuju pada sedikit
terumbu karang dan dikelilingi Bulu Babi. Sementara di bagian permukaan air
laut ada banyak ikan-ikan kecil yang hidupnya bergerombolan. Ya, seperti itulah
kenyataannya. Apabila mereka menatap di sisi kiri. Di sana akan terlihat
pelabuhan lama Karimunjawa; tempat yang sekarang digunakan warga setempat untuk
melabuhkan kapalnya.
Wisatawan Manca melihat ke bawah jembatan |
Aku masih saja asyik mengabadikan
dari balik pagar besi. Tak kuhiraukan teriknya matahari siang ini. Kulihat adik
sepupuku pun masih asyik duduk di salah satu kursi seraya memainkan hp. Aku
yakin dia pasti sedang memainkan COC; cara yang tepat baginya daripada suntuk
tak ada kerjaan karena hanya menungguku. Sesekali aku melemparkan pandangan ke
arah gapura. Biasanya, tempat itulah yang sudah pasti ramai digunakan para
wisatawan untuk mengabadikan diri. Jalan di gapura itu masih sangat ramai,
sesak; sehingga sulit bagiku mengabadikan mereka yang berbondong-bondong
mengabadikan diri.
Jika wisatawan bule lebih tertarik
melihat laut di bawah pelabuhan, atau mereka langsung jalan kaki menuju
penginapan yang dituju. Berbeda dengan wisatawan lokal. Mereka
berbondong-bondong antri berfoto di bawah tulisan “Selamat Datang di
Karimunjawa”. Setiap sudut jalan mendadak sesak dipenuhi mereka yang ingin
berfoto. Tak jarang kendaraan yang ingin keluar dari area pelabuhan harus
tersendat, becak-becak yang berlalu-lalang pun membunyikan belnya untuk meminta
para wisatawan memberi sedikit jalan.
Tongsis menjadi barang yang sangat
dibutuhkan kala di bawah gapura. Dari sudut manapun yang penting terlihat
tulisan gapura Karimunjawa, adalah sesuatu yang menyenangkan. Silih berganti
mereka mengabadikan diri. Aku jadi ingat di Tugu Jogja; para wisatawan silih
berganti mengabadikan diri dengan latar belakang tugu. Bedanya, di sini dengan
latar belakang gapura warna putih dan biru.
Foto bareng di Gapura Pelabuhan Karimunjawa |
“Sudahkah kalian berfoto di sini?” Kiranya seperti itu pertanyaan yang akan terlontar bagi para
wisatawan.
Cukup sederhana sekali gapura ini,
tak istimewa memang bangunannya. Tak ada ukiran panjang yang megah di atasnya
seperti Gapura Selamat Datang di Ngabul dan Senenan Jepara, atau bentuk seperti
kapal yang ada di gapura Pelabuhan Pantai Kartini. Tapi gapura sederhana ini
menjadi tempat yang paling banyak diincar para wisatawan untuk berfoto selain
berfoto di tepian pantai. Gapura ini menjadi semacam ikon yang harus
diabadikan, sebagai bukti jika mereka pernah ke Karimunjawa.
Lagi-lagi aku tersenyum seraya
membidik tingkah mereka. Kelompok-kelompok kecil tiap wisatawan pun sabar
menantikan waktu lengang untuk berfoto, jika mereka tak ada yang mengabadikan;
cukuplah meminta bantuan guide yang
dengan senang hati membantu memotret.
Foto bersama teman dan keluarga |
“Bisa minta tolong kami dipotretkan, mas? Pakai kamera saya,” Pinta wisatawan sekeluarga padaku.
Tanpa berpikir lebih lama, aku
langsung mengabadikan sekeluarga tersebut tepat di bawah gapura. Seingatku, ada
lebih empat jepretan yang kuambil. Mereka pun puas dan berujar terima kasih,
lalu berjalan meninggalkan gapura.
Aku kembali melihat bagaimana
keriuhan pelabuhan sesaat. Selang satu jam setelah ini, kembali pelabuhan
Karimunjawa menjadi lengang. Hanya tinggal para ABK Kapal yang membersihkan
kapal dan sesegera mungkin berkemas meninggalkan kapal menuju rumah. Ya,
sebagian besar ABK Kapal adalah warga Karimunjawa, jadi mereka bisa
menyempatkan diri berkumpul dengan keluarga. Aku menuju terminal pelabuhan,
duduk di antara jejeran kursi yang mulai sepi. Melihat hasil-hasil jepretanku,
lalu beranjak menuju tempat parkir.
“Ayo balik, sore nanti kita nyari sunset di Dermaga Gelaman saja,” Ujarku ke adik sepupu. *Jepretan foto-foto ini di Pelabuhan
Karimunjawa pada hari sabtu; 26 Maret 2016.
Aku bisa membayangkan wisatawan yang terpaku di depan sesaat turun dari kapal menatap air biru jernih. Akupun dulu seperti itu saat pertama tiba di Karimunjawa
BalasHapusLangsung kembali semangat setelah etrombang-ambing ombak toh, mbak :-D
Hapuskadang berfoto dg backgroung tulisan suatu tmtp wisata lebih pentinh drpd obyek wisata itu sendiri hehehe
BalasHapusFoto terus teriak "Syahhhhh!" hahahahhaha
Hapusbagus dan keren abis mas reviewnya, serasa ngikut saya nih :)
BalasHapusHehehehehe, hanya mencoba menulis ma :-D
HapusKayaknya menakjubkan banget pemandangan di bawah pelabuhan, kapan ya saya bisa ke Karimunjawa
BalasHapus#menunggukeajaiban :D
Nanti kalau udah kuliah, dan ada libur panjang kan bisa main ke Karimunjawa :-D
HapusSampai sekarang aku masih penasaran sama karimunjawa, dan belum pernah kesampaian buat menikmati eloknya disana :'
BalasHapusSemoga penasaran itu tetap ada, sampai ketika nantinya sudah pernah berkunjung ke Karimunjawa
Hapusentah apa yang membuat karimun jawa punya daya pikat ya mas?? mngkin karena snorkling dna lautnya yg jernih kah???
BalasHapusHeee, sebagian besar memang karena itu mas :-D
Hapuswaah aku lum pernah ke Karimun Jawa mas Sitam.. selain terpesona alamnya, aku pingin mengulik budayanya. Apa ya mas?
BalasHapusKalau budaya sebenarnya sudah seperti adat Jawa, paling yang ramai itu waktu lebaran h+8 semacam larungan di pantai, makan bareng-bareng di pantai
Hapus