Ada semacam perasaan yang berbeda
dikala aku menikmati senyapnya telinga dari keriuhan kendaraan bermesin. Duduk
termenung sendiri di tenda, atau saat menikmati malam yang riuh dengan teriakan
orang-orang melepas segala kepenatan. Kegaduhan yang biasanya didominasi suara
kendaraan mesin bersahut-sahutan dijalanan, gemuruh suara pesawat yang ingin take off maupun landing, atau dentuman musik keluar dari sound system anak kos berganti dengan keriuhan yang lainnya. Saat
malam, aku mencoba berjalan sendirian di tepian pantai. Lanjut menghidupkan
senter tenda, mengambil buku kecil yang selalu aku bawa, dan mulai
mencoret-coret kertas kosong. Aku merasakan ada sesuatu yang berbeda. Ataupun
saat pagi menyapa. Menikmati kesendirian ditepian pantai. Desakan hati yang
terus berkata.
“Tulislah apapun yang kamu lihat saat ini, jadikan setiap apa yang kamu
lihat menjadi sebuah cerita singkat. Ceritakan semuanya, agar orang yang
membaca bisa merasakan apa yang ada dalam pikiranmu sekarang.”
Duduk dihamparan pasir Pantai Baru, Bantul |
Senja menyapaku, memperlihatkan
betapa banyaknya mahluk hidup yang memuja dengan kalimat “Aku selalu menunggu Senja” atau dengan lirik-lirik yang
melankolis. Di antara indahnya senja, tetap benda-benda lain yang disekitar
patut ikut berteriak menambah semaraknya senja. Membuat senja menjadi lebih
indah, tanpa terkecuali sepeda-sepeda yang terdiam di dekatku. Rongsokan besi
yang mengantarku sampai di tempat ini pun tidak luput menanti senja. Bahkan
tanpa meminta untuk kedua kalinya, aku mengabadikan mereka dikala senja. Senja
selalu mempunyai cerita tersendiri bagi para penantinya, tanpa terkecuali
sepasang sepeda besi yang setia di sampingku.
Hai Senja!! |
Bagaimana dengan penghuni lainnya?
Jauh sebelum aku menikmati desiran angin yang membuat tendaku serasa bergoyang
kencang, pepohonan Cemara yang teduh sudah terlebih dulu menikmati keindahan
dan ketenangan di sini. Akar yang kuat menjadi benteng terakhir yang kokoh agar
batangnya tidak roboh terhempas tiupan angin laut. Dahan dan ranting saling bersatu
untuk melawan kekuatan angin yang tidak teratur. Sementara daun dan buahnya
silih berganti berguguran diterjang angin maupun usia. Mereka tercecer dan berterbangan
mengikuti arahan angin. Kemudian tergeletak tak berdaya di pasir, suara
keriuhannya bagaikan nyanyian khas pantai. Semacam seruling yang tidak pernah
berhenti ditelan waktu.
Pohon Cemara |
Bagaimana dengan penghuni lainnya? Bagaimana dengan pengunjungnya? Besar,
kecil, warga setempat, atau mereka yang hanya singgah?
Mereka yang hanya singgah untuk
menikmati keindahan pantai di pagi hari tentu mempunyai tujuan tertentu. Salah
satu tujuannya tentu mengabadikan momen saat sedang di pantai. Menikmati waktu
pagi dengan mengabadikan diri bersama; agar lebih terlihat sebagai pengunjung,
mereka mengenakan kaos yang sama. Tidak ketinggalan tulisan-tulisan yang ada
dikaos mereka. Tentu kamu bisa baca tulisan kapital putih di kaos hitam ini.
“#BukanTraveller; Cuma Tukang Pamer “ Atau kaos-kaos yang bertuliskan NatGeo,
MTMA, dan lainnya. Seperti kurang kerjaan pagi ini, aku mencoba menghitung
mereka yang menggunakan kaos seperti itu. Arrgghhh,
mungkin otakku lagi error, seperti halnya waktu dulu menyempatkan menghitung
suara Tokek berbunyi di malam yang sunyi.
“…Tujuh, Delapan, Sembilan, Sepul… Itu tadi sudah aku hitung belum ya?” Aku kebingungan sendiri.
Tulisan Bukan Traveler di kaos pengunjung pantai |
Tidak ketinggalan mereka anak-anak
kecil yang menghabiskan akhir pekan di pantai. selain bermain dengan gelombang
yang menghujam garis depan pantai, berlarian ketika ada ombak besar ingin
menghempaskan diri, mereka juga disibukkan bermain Layang-layang. Liukan
Layang-layang layaknya seorang penari yang membuat mata ingin terus menatapnya.
Mengabaikan rasa capek leher yang selalu dipaksa untuk mendongak ke atas. Aku
yakin, ketika Layang-layangmu terbang membumbung tinggi, ada rasa kepuasan yang
tak ternilai. Bisa jadi momen itu akan menjadi cerita dalam seminggu ke depan
di sekolah. Dengan teriakan lantang dan puas kita bilang;
“Minggu kemarin, aku main Layang-layang di pantai,” Dengan penuh semangat. Sementara
teman-teman kita hanya melongo mendengar cerita kita.
Mari bermain layang-layang di pantai |
Keriuhan para anak-anak yang berusaha
menerbangkan Layang-layang, keceriaan para pengunjung yang ingin berpose dan
mengabadikan diri dengan kamera tidak mempengaruhi para penghuni tetap.
Nelayan-nelayan tetap dengan beraninya menerjang ombak besar menggunakan kapal
kecilnya. Terbalut sebuah life jacket
di setiap badannya, mereka melaut untuk menangkap Ikan. Begitu pun dengan
penduduk setempat yang ingin menjaring ikan. Tatapan penuh makna dan harap
lurus mengamati pola gelombang. Insting sebagai pelaut diuji untuk memprediksi
di mana Ikan itu berada, bagaimana agar jaring ini bisa dengan mulus terbentang
di perairan. Mereka terus menunggu sampai waktunya tiba, membentangkan jaring
sendirian di antara keriuhan para pengunjung yang berada disekitarnya.
Menatap samudra |
Sementara aku? Tidak serta merta aku
hanya duduk termangu seraya berkhayal tak jelas di tenda. Sesekali aku beranjak
ke pantai, menginjakkan kaki dipanasnya pasir hitam. Aku tidak sedang bermain
air, tidak juga sedang bermain pasir. Namun aku bermain dengan penghuni
lainnya. Sekelebatan Kepiting pasir yang dapat melesat dengan kencang serta
pandai mengubur diri dipasir kukejar. Kepiting kecil ini berlarian ketika ada
orang sedang mendekatinya, jika dirasa mengancam jiwanya; dia langsung sembunyi
diliang-liang yang bersebaran di pasir pantai. Akhirnya aku dapat menangkap
satu, mencoba mengabadikannya; lalu kembali melepaskannya ke alamnya.
Penghuni pasir yang berlarian |
Ada banyak hal yang terlewatkan kali
ini, mencoba mengingat satu demi satu secara acak. Kemudian menulisnya jika ada
kesempatan. Ketika setiap kata sudah tersusun agak rapi, hati ini menjadi
gelisah; apa judul yang tepat untuk tulisan yang acak seperti ini? Jenis
tulisan apa yang sedang aku buat sekarang? Masih banyak lagi pertanyaan yang
bermunculan dikepalaku. Baiklah, aku putuskan untuk menulisnya saja, urusan
judul nanti belakangan saja.
*Kalimat-kalimat ini tersusun saat berada di dalam tenda pada buku kecil saat
camping 26-27 September 2015 di pantai Baru, Bantul.
Baca juga tulisan lainnya
perasaan kala sedang berada dipantey tentunya membuat saya yang suka nyanteykaya dipanteyjadi berasa beneran berada dipantey atuh kang
BalasHapusIya, akng. Di pantai kita bisa merasakan hal yang berbeda :-D
HapusMas Itam, Bawa Sepasang sepeda terus ya? hebat euy bawa sepeda dua sekali jalan. Tukang Pamer juga #traveler keuleus... Jadi idhitung hitung ada berapa mas Gadis manis nan mempesonanya?
BalasHapusSatu sepeda punya teman, kang. Jadi kami berdua naik sepeda :-D
HapusPerasaan kayanya gimana gitu ya kang kalau jalan-jalan ke patai naik sepeda dan melihat yang bening-bening, penginnya apa ya ?..... he,,, he,, he,,
BalasHapusPerasaannya pengen di pantai terus :-D
Hapusbagus artikelnya gan :)
BalasHapusTerima kasih, gan :
HapusAsik mas baca tulisannya, nyaman banget kata per katanya :D
BalasHapusTerima kasih, mas. Semoga bisa menulis lebih baik lagi :-D
HapusTumben gaya penulisan artikelnya berbeda kali ini mas
BalasHapusitu bapak-bapak yang lagi memandang lautan kaya yang penghayatan :D
Iya, mas. Lagi belajar bikin yang agak berbeda :-D
Hapuswah mas.. suka biketouring .. kali kali ke tasik donk saya federal tasik jalan jalannya seru
BalasHapusWah salam kenal mas, aku belum pernah biketouring ke luar kota :-(
HapusDi Jogja banyak kenalan temen-temen Federal Jogja :-D
Yaampunnn melankolakkk kolik sekaliii :p
BalasHapusHaaaa, puyeng toh, mbak :-D
HapusPantai Oh Pantai,,,,,
BalasHapusSuasana di pantai itu mirip kalo lagi hujan, bawaannya bisa ngomong sendiri dengan suasana :-D
Hapusjangan keseringan ke pantai tar bawaannya pengen menyendiri aja Mblo :D #Piss
HapusAku nggak jomblo, mas, Cuma pas ke sini nggak bawa pasangan hahahhaha *alibi
HapusIndah banget pantainya ..
BalasHapusKapan" main kesana lah, hhi
Kalau bisa ke sini pas sore, jadi sekalian liat sunsetnya :-)
Hapus