Ada semacam sedikit bernostalgia saat bersepeda menyusuri Jembatan Sesek Mangir, Bantul. Kenangan bersepeda beberapa bulan lalu ketika rasa penasaran ingin menyeberangi Jembatan Sesek pun telah lunas terbayar. Bagi banyak orang, mungkin sedikit terlambat, karena Jembatan Sesek ini sudah banyak yang mengunggah foto jauh sebelum aku menyeberangi dan mempostingnya di blog.
Minggu pagi, kukayuh pedal sepeda menuju Alkid bertujuan kumpul dengan teman-teman Jogja Folding Bike (JFB) yang sedang ada acara “Mblusuk Mbantul” Tujuannya adalah menyeberangi dua sesek yang sedang ngehits bagi para pesepeda di Jogja.
Aku yang sedari dulu sudah ingin berkunjung pun ikut gabung. Jangan salah, dulu aku sudah pernah ke Mangir, namun tidak kutemukan Jembatan Seseknya. Jadi aku menyeberang ke arah Lendah menggunakan Rakit/Getek. Kuceritakan di blog kala itu menyeberang di sana.
Perjalanan kali ini pun lebih ramai, selain teman dari Jogja Folding Bike, juga ada beberapa teman dari Magelang Folding Bike yang meramaikan. Juga ada pesepeda yang bukan menggunakan Seli (contohnya aku). Sempat berhenti di beberapa titik, akhirnya perjalanan kami hampir sampai. Melewati Masjid Agung Bantul – Pajangan – Jembatan Sesek.
Jalanan dari aspal halus dan lebar, menjadi sedikit sempit dengan pemandangan perumahan berkombinasi dengan sawah terbentang di setiap sisi. Lalu memasuki perkampungan dengan jalan yang lebih berwarna namun masih dalam batas kewajaran.
Sampai akhirnya kami sampai di Jembatan Sesek. Ini adalah Jembatan Sesek yang pertama, Jembatan Sesek Temben. Para pesepeda pun silih berganti mengabadikan sepeda di bawah Jembatan yang sedang sidikit mengering karena kemarau. Kemudian berfoto bareng.
Menuju Jembatan Sesek Temben dan Mangir |
Jembatan Sesek Temben ini mempunyai pagar-pagar di setiap sisi terbuat dari bambu. Tiang penyanggahnya pun juga terbuat dari bambu. Di seberang sudah ada bapak-bapak yang menjaga Jembatan.
Setiap penyeberangan sekali, kita harus merogoh uang sebesar 2K (lebih banyak lebih baik). Uang tersebut nantinya dikumpulkan untuk membangun Sesek lagi juga usai musim penghujan. Jembatan Sesek ini akan menghilang pada musim penghujan.
Derasnya air membuat Jembatan Sesek hanyut terbawa air menuju muara. Kami pun berjejeran dengan jarak lebih dari 2 meter untuk menyeberangi satu persatu. Selain itu juga mengantri jika dari seberang sedang ada yang menyeberang.
Menyeberangi Jembatan Sesek Temben |
Berlanjut menyusuri jalan setapak, kemudian melewati perkampungan lagi dengan jalan kombinasi cor, berlubang, dan tanah. Kami pun menyusuri arah jalan kecil menuju Sesek selanjutnya. Kali ini yang kami lewati adalah Sesek Mangir.
Sesek Mangir ini lebih terlihat unik dan nambah berdebar jika menyeberanginya (bagi yang agak takut). Bedanya dengan Sesek Temben adalah kedua sisinya tidak ada pagar. Jadi langsung seperti jalanan setapak dari tatanan papan. Suara gemuruh saat melewati Sesek menjadi ciri khas tersendiri.
Ada yang menarik bagiku, di tengah-tengah Sesek disediakan sedikit ruang yang lebih lebar. Tujuannya adalah bagi yang berfoto di tengah bisa minggir kalau ada motor/sepeda yang menyeberang, sehingga tidak mengganggu pengguna Sesek. Aku terlebih dulu menyeberangi Sesek tersebut.
Kali ini Jembatan Sesek Mangir |
Lupakan sejenak bagaimana rasanya menyeberangi Jembatan Sesek ini dengan naik sepeda. Aku sendiri malah terlarut dengan keramahan warga selama bersepeda, melihat aktivitas mereka yang tidak terganggu dengan kedatangan kami. Di tengah sungai, seorang warga sedang bergelut dengan jaringnya untuk menangkap Ikan.
Bisa jadi musim kemarau seperti ini aliran arus tidak terlalu kencang, sehingga warga pun memanfaatkan untuk menjaring ikan. Tidak hanya seorang saja, di dekatku berhenti pun seorang warga siap untuk menjaring Ikan.
Jaring dipanggulnya, tempat hasil tangkapan terbuat dari anyaman Bambu terikat dengan tali layaknya sebuah ikat pinggang. Tanpa menggunakan alas kaki, beliau menapaki Jembatan Sesek seraya melihat ke arah sungai. Semoga mendapatkan banyak hasil tangkapan, pak.
Warga menjaring Ikan di sepanjang Sungai |
Kembali ke sepeda, sesuai dengan arahan para marshal sepeda jika menyeberangi harus hati-hati dan mengusahakan berjarak lebih dari 2 meter, dan tentunya tidak diperkenankan berhenti di tengah-tengah Jembatan. Para pesepeda pun patuh, satu persatu pesepeda mulai berkonsentrasi tinggi menyeberangi Jembatan Sesek.
Aku sendiri asyik mengabadikan mereka dari bawah sisi kiri Jembatan Sesek. Lengkap sudah menyeberangi Jembatan Sesek, kemudian membayar kembali penyeberangan ke warga. Aku mengikuti rombongan untuk sarapan pagi di salah satu Rumah Makan.
Antre saat menyeberang Jembatan Sesek Mangir |
Sah!! Sampai tujuan dan dapat stiker |
Kenangan yang tak terlupakan saat menyeberangi Sungai ini ada dua; pertama; kali pertama kala itu aku naik Rakit/getek. Ini dikarenakan selama di Karimunjawa tidak ada rakit, adanya sampan kecil. Kedua; waktu menyeberang sungai ini pompa sepeda temanku terjebur di sungai. Pengorbanan yang cukup dalam padahal dia hanya ingin menemaniku menyeberangi sungai.
Entahlah, aku sedang bergaya apa saat difoto (Dok; Mas Desem Ashari digrup FB Jogja Folding Bike) |
Meniti Jembatan Sesek menaiki sepeda (Dok - Ardian Kusuma) |
Usai sudah misi “Mbusuk Mbantul” hari ini dengan lancar. Rombongan pun melahap sarapan dan pulang kembali secara bersama. Selama perjalanan pulang sedikit tersendat karena ada pawai di Selarong, namun panasnya siang itu tidak membuat kami kewalahan. Kami tetap menikmati perjalanan mengayuh pedal sepeda.
Terima kasih untuk Teman-teman Jogja Folding Bike yang sudah berkenan mengajakku bergabung sepedaan. Semoga tidak kapok mengajak aku. *Sepedaan ini pada hari Minggu, 01 November 2015 menuju Jembatan Sesek Bantul bersama Jogja Folding Bike.
wadh mas pake speda di atas jembatan kecil tak berpagar pinggirnya. iihhhh ngerimas takut keceur
BalasHapusSensasinya beda, mas. Tapi seru banget ahhahahahha
HapusMasih mending jembatan'a pake penyanggga kayu bawah'a, kalao jembatan gantung gak berani lewat saya apalagi yang goyang-goyang jembatan'a
BalasHapusSeru loh, berasa goyang-goyang hahahhahah
HapusWow namanya unik juga ya ada kata depannya "Sesek". Kalau di Pontianak yang memang jarang ada jembatan seperti ini. Kalau di daerah daerah ada
BalasHapusSesek itu dari bahasa Jawa, pak :-D
Hapusjadi jembaran ini tidak akan ada di musim penghujan ? wah sayang sekali sekarang udah mulai penghujan
BalasHapusKalo musim hujan, biasanya rusak terkena aliran sungai :-(
HapusMotor boleh lewat jembatan itu gak sih?
BalasHapusBoleh mas, ini memang alternatif nyeberang daripada lewat Bendungan Sapon.atau lewat jembatan srandakan
Hapuskeren fotonya Rul..aku juga pengen melintasi jembatan kayu itu..,jembatan sesek yang gak bikin sesek deh kayaknya, hahahaha
BalasHapusHaaaaa, ayoo mbak. Kalopun jatuh kan sekalian renang :-D
Hapusjembatannya kalo kena banjir ya ikutan hanyut ya pak -__-
BalasHapusKalau airnya melimpah memang membuat jembatan sesek tersebut hanyut.
Hapustumben ga ada anak muda narsis di tengah jembatan mas :D
BalasHapusKalo pagi lumayan aman, mas. Yang sering itu waktu sore hari, mas :-D
HapusItu sensasinya gimana ya mas nyebrang jembatan kayak gitu :3
BalasHapusAh :' gowesan seru, Jogja Folding Bike :3 mauuuuu
Heee, harus agak berani dikit dan santai. kalau tergesa-gesa, ntar bisa berabe hahahhahah
Hapussaya malah belum pernh ketemu dengan jembatan sesek di Bantul ini Kang, tempatnya sepertinya memiliki spot yang indah banget
BalasHapusIni menyeberangi sungai Progo, kang. Perbatasan Bantul - Kulon Progo
Hapusrasanya mentul - mentul (bahasa jawa) gitu nggak kak? pasti asyik banget tuh, sensasinya dapat pastinya
BalasHapusSedikit seperti itu, hahahaha. Tapi paling seru dengar suaranya, kayak sedang dikejar sesuatu :-D
Hapushahahaha,,,, mantabbb
Hapushahahaha,,,, mantabbb
HapusMau nyoba sensasinya? :-D
Hapuswuih keren, sayang sepeda saya road bike, jadi gak berani klw dipekek di treck kyk gitu : )
BalasHapusKemarin ada yang pake RB satu orang kok, hehehhehe. Walau harus berjuang saat jalan nggak mulus :-D
Hapusmeskipun rutenya jauh tapi kalo ramai ramai berasa gak deket ....
BalasHapusRutenya nggak jauh banget kok, mas.Seru :-D
Hapuskeren keren euy fotonya :0
BalasHapusboleh tau gak, dirimu pake kamera apa? dslr ya? nanti jalo udah ada duit pengen beli kamera agak bagus ah, prosumer yg usianya belom ada 3 bulan dicuri orang waktu itu :( alhasil skrg ngandelin kamera hape doang hmm..
Kalo aku pake kamera pocket yang gak sampe 700an harganya (tahun 2012) hahhhahh. Kalo foto dua yang bawah itu kamera teman :-)
HapusCantik ya jembatannya.
BalasHapusSeru buat berburu foto, mbak :-D
HapusJujur saja saya sangat fokus ke gambar-gambarnya.. bagus-bagus mas.. dan saya juga membayangkan ikut bersepeda melewati jembatan itu hehe
BalasHapusTerima kasih, mas :-D
HapusIni juga hanya menggunakan kamera seadanya aja :-D
Ayoo ikut sepedaan hehheheh
wah jembatan ini emang Hits mas hehe
BalasHapusKalo musim kemarau iya, mas :-D
Hapusjembatannya apa g roboh ma kalo musim ujan
BalasHapusKalo musim hujan dan luapan air deras biasanya roboh.
HapusAsyik sekali meniti jembatan ituu :D
BalasHapusSuaranya kresek-kresek hahhhahha
Hapusasik ya mas gowes rame2 :D
BalasHapusIya, mas. Lebih rame dan seru hehehhhe
Hapuswih, keren, pemandangannya juga bagus sekali mas. sepertinya mas punya komunitas sepeda ya? tinggalnya di jepara atau di jogja nih? kapan2 kalau ke jepara bareng yuk, tapi rencana saya sama sekluarga.hehe
BalasHapusDI Jogja ada beberapa komunitas sepeda yang aku ikuti, mas. Saya di Jogja, tapi kalau ada niat ke Jepara mungkin bisa ketemu pas akhir pekan.
Hapusseru juga menyebrangi kembatan sesek ini ... apalagi yang ga ada pagarnya ...
BalasHapusKalo musim hujan seperti ini nggak ada jembatannya, om :-) Nyeberangnya pakai rakit
Hapus