Dari sini nantinya kami akan menyusuri jalanan menuju Samigaluh. Tujuan kami sebenarnya bukan Kebun Teh Nglinggo, Samigaluh; tapi salah satu puncak yang jaraknya hampir berdekatan dengan Kebun Teh. Waktu keberangkatan kami atur pukul 07.00 WIB, rombongan bertiga ini mulai mengayuh sepeda, menikmati sarapan tanjakan dari Kalibawang sampai tujuan. Tanjakan tak ada hentinya menurutku. Ini adalah kali pertama aku menyusuri rute ini dengan bersepeda.
Aku, Andi, dan Om Z Triono menikmati sepanjang perjalanan. Di antara rasa capek, namun keberuntungan masih menaungi kami. Sepanjang perjalanan selalu mendung, bahkan di salah satu titik Samigaluh; tanahnya basah. Ini artinya sempat diguyur gerimis. Jangan tanya berapa kali kami istirahat melepas lelah, atau malah mengisi perut dengan Gethuk dan Roti yang kami bawa.
Di salah satu tanjakan tinggi, kami pun berhenti. Menikmati pagi seraya melihat rombongan motor yang ingin menanjak, mereka pun bergantian untuk melalui tanjakan tersebut. Agak lama kami berhenti, kami pun melanjutkan untuk melibas tanjakan. Akhirnya sampai pintu gerbang menuju Kebun Teh Nglinggo.
“Hemat tenaga, santai saja mengayuhnya. Mainkan gir paling kecil,” Itulah sepenggal teriakan Om Z Triono yang aku dengar dari kejauhan.
Jemariku pun lincah memainkan gir, tetapi kadang tetap tidak sesuai dengan momentum. Geretakan suara gir serasa mengerang, ahhh semoga sepeda kesayanganku ini tidak apa-apa. Selesai tanjakan sampai pintu gerbang Kebuh Teh, Nglinggo; kami mengarahkan jalan yang berbeda, jalan yang luruh ke atas (sedikit belok kanan).
Kembali tanjakan menjadi makanan di sini. Entah aku pula ada berapa tanjakan, yang pasti tanjakan ini menguras tenaga juga. Selang berapa lama, akhirnya kami mendapatkan turunan. Kami pun mengerem laju sepeda, dan bertanya ke warga mengenai tujuan puncak yang kami tuju.
“Oh itu namanya gunung Widosari, mas. Itu ada masjid, belok kanan saja ikuti jalan sampai mentok. Nanti sampai ke gunung tersebut,” Ujar salah satu warga yang sedang mengurusi tanaman Teh.
Benar saja, kalau dari pintu gerbang Kebuh Teh, rute diambil adalah belok kanan sedikit. Mencari nama Gunung Widosari, sampai akhirnya ketemu pertigaan, lalu belok kanan. Seratus meter dari sana ada sebuah masjid, masuk melewati depan masjid, kemudian turun sampai mentok. Nanti sampai juga di pintu masuk Gunung Widosari. Nama kampungnya adalah Tritis, Ngargosari, Samigaluh, Kulonprogo. Itu, puncak di belakang kami adalah lokasi tujuan kami bersepeda.
Sampai pintu masuk, kami pun berdiskusi mengenai misi membawa sepeda sampai atas. Sampai akhirnya keputusan hanya membawa satu sepeda saja. Menyusuri jalan setapak seraya melihat puncak tujuan kami.
Anak tangga terbuat dari tanah liat berkombinasi di atas tumpukan batu tertata tidak rapi menjadi pijakan kami selama perjalanan. Beberapa plang bertuliskan “Semangat! Sebentar lagi sampai puncak” menjadi motivasi tersendiri. Ya, puncak memang kelihatan, namun membawa salah satu sepeda ke atas juga butuh perjuangan tersendiri.
Perjalanan menuju puncak Widosari |
Namun tetap saja kabut menjadikan pemandangan ini terlihat kurang bagus saat di foto (apalagi kameraku hanya pocket). Dari atas, aku dapat melihat jalan yang tadi kami lalui, beberapa kelompok rumah yang tersebar berkombinasi dengan warna hijau hutan. Ataupun pohon-pohon Cengkeh yang siap panen. Pemandangan yang tak bisa disia-siakan begitu saja.
Ada banyak plang pengumuman yang harus diperhatikan, di antaranya “Dilarang menaiki gunung setelah pukul 17.30 WIB.” Ada juga tulisan “Jika hujan, harap pengunjung turun,” dan masih banyak lagi tulisan-tulisan yang terpampang. Sebuah gubuk kecil dibangun, dan dua tempat duduk terbuat dari bambu yang sepertinya baru selesai dibangun pun sudah tersedia. Juga beberapa tempat sampah yang ada di beberapa titik.
Pemandangan dari puncak Widosari, Samigaluh, Kulonprogo |
Saatnya beraksi, walau hanya bertiga, kami pun mengikuti ritual untuk memperingati HUT RI KE 70. Berharap Indonesia lebih baik, dan tentunya setiap sudut Indonesia yang indah ini bisa merdeka. Merdeka dari tumpukan sampah, dan merdeka dari tangan-tangan orang yang tak terpuji.
Pengibaran sang Saka Merah Putih di puncak Widosari |
Tanah airku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidak kan hilang dari kalbu
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai
Walaupun banyak negri kujalani
Yang masyhur permai dikata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Di sanalah kurasa senang
Tanahku tak kulupakan
Engkau kubanggakan
Aku di puncak Gunung Widosari Samigaluh |
“Kalau pesepeda, baru rombongan ini yang sampai di sini,” Ujar sang ibu.
Mengabadikan diri bareng salah satu penduduk setempat |
Mas kalo sudah sore kenapa g boleh mas naik mas.
BalasHapusTerus kalobujan kenapa gitu mas. Apa ada gledek
Jalannya terjal, mas. Kalau hujan cenderung takut longsor
Hapusbahaya juga ya. para pendaki jgn nakal ya dengan melanggar larangan ini nanti bisa kpeleset
HapusIya, kang. Semoga aturan-aturan tersebut bisa diikuti.
HapusMurah tiket masuk'a cuma 2000
BalasHapusbaca lirik knpa jadi nyanyi hahaha :D
Gak dipake mas sepeda'a pas naik kepuncak gunung heheh :D
BalasHapusWah saya nggak berani haaaa
Hapuskan judulnya juga bawa speda bukan pakai sepeda kang. hehehe
HapusBenar haaaa
HapusMampir ke blog ini pasti selalu mendapatkan informasi dan melihat pemandangan indah yang gk pernah saya lihat sebelumnya :)
BalasHapusTerima kasih :-D
Hapuswah tempatnya terjal sekali ya mas, jadi rada takut deh.heuheu
BalasHapuseh bey deu wey mas koopites juga ni yah :D
berkibar merah putih dibukit yang tinggi, seru deh kayaknya, jadi pengen juga naik gunung pake sepeda.heuheu
Iyap, Kopite :-D
HapusAyoo sesekali bersepeda, mas :-D
yah sekarang mah udah ga bisa sepedahan lagi mas pasca patah tulang kai jadi rada kurang tenaga kaki kirinya mas..
HapusWah, bikin sepedaan sante aja, mas :-D
Hapuswaduh, ekstrim jg yaa, aku mah ga kepikiran sepedaan ke gunung :p
BalasHapusNggak ekstrim kok, mbak. :-D
HapusWah, momentnya pas banget ni 17 Agustusan..jadi bisa kibar bendera dan hormat, tambah meresapi alam ya, gak pakai bahan bakar pula jalan jalannya, alias gratisan, hehehe
BalasHapusSengaja di pas-pasin waktunya, mbak :-D
HapusAbis itu pulang, gempor semua badan :-D
Woaaaa foto fotonya selalu bikin iri ihh. Jadi mau kesitu :') Indonesia emang keren yaaa! :D
BalasHapusJangan hanya iri, ayoo mulai berjalan menikmati alam Indonesia. Dimulai yang dekat-dekat dulu :-D
Hapusmantap ms rullah....
BalasHapusBoleh dikunjungi loh mas Angkisland :-D
HapusSeru tempatnya
medannya oke banget kang, apalagi dengan pemandangannya yang masih asri nan indah.
BalasHapusBerharapnya sih keindahan dan kebersihannya tetap terjaga, kang :-D
HapusByuh, dadi ndang pengen tuku sepeda hahahaha.
BalasHapusMerdeka Mas! :)
Ayoo mas, ndang tuku :-D
HapusSopo reti khilaf ngepit sampe Jogja :-D
Wahahaha, khilafe nemen banget! :D
HapusKan rek khilaf ojo setengah-setengah, mas :-D
Hapusduh, asyik ya klo sepedaan jauh dan menantang gitu
BalasHapusCapeknya bikin tepar beneran buk hahahah
Hapus