Traveller ataupun
Backpacker, dua kata yang dalam
beberapa tahun ini sangat familiar di telinga kita. Sebuah perjalanan untuk
menuju tempat/destinasi yang dapat kita lakukan secara bersama ataupun
sendirian. Bagaimana dengan Flashpacking?
Pernah dengar? Jujur aku tahu istilah ini baru seminggu yang lalu, tepatnya
ketika mbak Mariza Melia menulis di
twitternya tentang acara gathering traveller
di Jogja.
Seminggu berlalu, tepatnya hari Sabtu
(15 Agustus 2015). Kukayuh pedal sepedaku menuju Repoeblik Nongkrong yang ada di jalan Tirtodipuran nomor 65. Tepat pukul
16.00 wib aku sudah sampai, dan selang sebentar acara pun dimulai. Kali ini
pembicaranya adalah mbak Deedee Caniago.
Tema yang diangkat adalah “Travelling Gaya Koper Otak Ransel.”
Oya, ternyata beliau juga penulis buku. Ada tiga buku beliau yang sudah terbit,
semua tentang perjalanan.
“Istilah Flashpacking ini sebenarnya di Negara-negara luar sudah dikenal.
Namun di Indonesia baru beberapa tahun ini,” Ucap mbak Deedee.
Mbak Deedee sedang memaparkan materinya (foto pribadi) |
Aku pun mencatat beberapa hal yang
cukup menarik dimateri yang beliau sampaikan. Ada banyak hal tertinggal dan
tidak sempat tercatat, ahh biarlah, aku coba tulis yang sempat tercatat di block note-ku.
“Setiap mau melakukan perjalanan, ada beberapa yang harus dipikirkan
terlebih dahulu. Kita akan berjalan dengan siapa, karena ada banyak orang yang
bisa menjadi teman kita saat berjalan. Bisa keluarga, bisa teman satu geng,
bisa dengan pacar, atau dengan orang yang baru kita kenal saat di lokasi. Ini sangat
penting untuk kita yang ingin bepergian” Tutur mbak Deedee.
Peserta yang hadir lebih awal (koleksi pribadi) |
Selain itu menurut mbak Deedee, ada
tiga kategori dalam Flahspacking;
orang yang selalu harus hidup dengan gadget
(tanpa sinyal dan wifi serasa mati),
orang yang sama sekali tidak memperdulikan kondisinya (ada sinyal atau tidak
itu nggak jadi masalah), dan terakhir orang yang di fleksibel. Kategori fleksibel
ini, mereka bisa menyesuaikan dengan teman seperjalanannya.
“Jangan lupa kalau mau melakukan perjalanan harus memeriksa Kitas(KTP,
Paspor, Visa, dll *tergantung tujuan), dokumen lainnya, teman seperjalanan
minatnya apa, tanggal keberangkatan, tujuan destinasi, transport, akomodasi dan
lainnya. Jangan sampai kalian melupakan salah satu tersebut,” Tambah mbak Deedee.
Karena mbak Deedee juga seorang
penulis, beliau pun memberikan tips menulis dari sudut pandang seorang penulis.
Hal yang aku ingat dari pesan beliau adalah; kalau bisa yang kita tulis adalah
70% pengalaman pribadi dan sisanya adalah informasi/fakta. Di dalam itu kalau
bisa tisan itu menarik, unik, menggambarkan dengan detail, dan tentunya
menceritakan joy of traveller.
Dalam travel writing ini, disambung dengan pemberian materi mbak Nadia (editor naskah traveling di Bentang Pustaka). Aku sudah
sering bertemu dengan beliau di acara-acara seperti ini, dan baru kali ini aku
melihat beliau sebagai pemateri. Biasanya jadi MC heeee. Menurut mbak Nadia genre travelling ini mulai diperkenalkan
tahun 2000an. Tahun-tahun awal, penerbit meminta penulis untuk membuat buku. Namun
setelah 10 tahun berselang, dan semakin maraknya penulis tentang travelling, pihak penerbit harus lebih
jeli dalam menerima naskah.
Mbak Nadia, editor naskah travelling di Bentang Pustaka |
Jenis-jenis tulisan yang bisa menarik
penerbit untuk diterbitkan dikategorikan menjadi tiga. Travelogue (cerita perjalanan), Panduan dan Travelling dengan Budget,
dan Fushion & Mix (komik, photo gallery dll).
“Jika kalian ingin menulis dan ingin diterbitkan, maka pikirkan genre
yang lain, yang menarik dan belum orang ketahui,” Pesan mbak Nadia.
Disela-sela sebelum istirahat, ada
satu sesi pemberian materi yang jarang diberikan saat acara seperti ini
diadakan. Materi tersebut Travel Health
atau yang sering aku dengar dengan sebutan Tavel
Medicine. Ini adalah materi baru, aku sendiri tertarik ke acara ini salah
satunya karena ada topik tersebut. Aku pertama kali mendengar istilah Travel Medicine adalah saat di salah
satu kampus di Jogja kurikulumnya ada mata kuliah ini.
Pemaparan dari dr. Candra tidak lama,
namun aku bisa memahami sedikit tentang topik travel medicine ini. Travel
Medicine ini berkaitan dengan seseorang yang ingin berpergian, kita harus
mempersiapkan P3K, memerika kondisi kesehatan sebelum berangkat, mengetahui lokasi
tersebut; apakah daerah sana rawan penyakit (DBD, Malaria dll. Pada dasarnya
kesehatan adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi sebuah perjalanan
selain faktor uang dan waktu.
Hampir selesai acara, pengisi materi
terakhir adalah orang yang aku kenal via twitter. Mbak Mariza Melia, beliau
mengisi tentang “Working Holiday Visa”. Secara singkat dan gamblang, mbak Mariza
menerangkan tentang WHV.
Mbak Mariza Melia mulai beraksi (sumber gambar: akun twitter @NinonCoemi ) |
“Tahun 2012 gue daftar, tahun 2013 gue dapat visanya, dan tahun 2014 gue
berangkat ke Australia,” Ujar mbak Mariza.
Sedikit tentang WHV yang aku tahu
dari pemaparan mbak Mariza. WHV ini dulunya haya diperuntukkan 100 orang
pertahun, tapi sekarang sudah lebih enak karena bisa 1000 orang/tahun. Untuk maksimal
umur dibatasi sampai umur 30 tahun. Lama pembuatannya, antara 4-6 bulan. Visa ini
sebenarnya untuk turis, namun bisa dipergunakan untuk bekerja selama satu tahun
di Australia.
Banyak cerita dari mbak Mariza yang
mungkin bagi orang awam terkaget-kaget. Nggak bisa bayangin kan, orang seperti
mbak Mariza kerjanya itu aneh-aneh di sana. Nggak banget kalau dikerjaan
orang/cewek yang mentalnya nggak kuat. Jadi pembersih kebun, kerja di restoran,
membersihkan mobil di bandara *bonus nyetir mobilnya, pelayan softdrink di tempat arena tinju, dan
lainnya. Kalau cewek di sini ada yang mentalnya kuat? Jangan tanya gaji, karena
walau di Australia pengeluaran banyak, gajinya pun seimbang.
“Yang penting kalian bisa mengatur keuangan dan menghilangkan sifat-sifat
saat seperti di Indonesia. Pasti kamu bisa menabung,” Tambah mbak Mariza.
Sebelum selesai satu tahun di
Australia, mbak Mariza sempat berkeliling naik mobil berempat dengan
orang-orang yang baru dikenalnya. Dua cewek dari Belanda dan satu dari Jerman
(kalo nggak salah). Selain itu beliau juga menyempatkan singgah di Selandia
Baru. Hemmm, sebuah perjalanan panjang yang penuh kenangan.
Foto bersama dulu saat rehat sehabis magrib (sumber gambar akun twitter @iamMariza) |
Dapat doorprize *saya nomor dua dari kanan gambar (sumber gambar akun twitter @iamMariza) |
Tidak terasa sampai pukul 21.00 wib,
acara selesai. Ada banyak kenangan, ilmu, informasi, dan tentunya teman baru
yang aku dapatkan di acara ini. Aku pun mendapatkan kaos doorprize dari acara ini. Walau dimulai dari pukul 16.00 dan
berakhir pukul 21.00 wib, tidak sedikitpun terasa bosan. Tentu karena keakraban
antara panitia, peserta, dan pemateri tidak ada sekat. Aku rasa ini seperti inilah Talk Show sebenarnya, peserta boleh bertanya kapan saja, dan tidak
ada batasan untuk maksimal pertanyaannya. Terima kasih untuk ilmu dan
sharingnya,terima kasih untuk doorprizenya,
terima kasih untuk semuanya. Semoga dilain waktu kita bisa bertemu lagi.
iki postingan lebih luar biasa mas! *jempol*
BalasHapusgak sampe 24 jam langsung keposting, luar biasa!! :D
btw, blog nya keren mas, berasa baca kompas.com, hehehe... keep blogging! :D
Heeee, terima kasih, mas.
HapusTernyata dikunjungi oleh blogger senior juga :-D
Huaaa keren ini reviewnya, makasih ya udah ikutan :D Dateng lagi, bakal ada angkringan komik tanggal 4 september di bentang!
BalasHapusWihh senior datang. Siapp mbak, semoga kerjaan bisa pulang cepat dan menuju Bentang :-D
Hapus