Sering aku menulis sebuah cerita yang terinspirasi dari
pengalaman Sariman. Yah, semenjak dia pindah kos bareng kami, ada saja kisah-kisah
lucu yang dia ceritakan. Mungkin ini sebuah keuntungan tersendiri bagi aku, karena
aku dapat menulis ulang apa yang Sariman ceritakan.
Ilustrasi: Tukang Kayu (Sumber: aynround.blogspot.com) |
Pada awal dia pindah kos ke tempat kami, ada kejadian
menarik. Saat itu Sariman sedang memperbaiki kursi di bawah pohon Alpukat.
Kursi dan meja tersebut adalah tempat nongkrong anak kos serambi nyeruput Kopi
dan main gitar. Kalau malam tempat ini layaknya Pos Kampling yang ramai,
teman-teman Batak pasti bernyanyi. Suaranya pun lantang-lantang. Horas Bah!
Ditemani hp BB, Sariman dengn cekatan memperbaiki kursi yang
reot. Suara ketokan palu membuat paku menancap tajam pada kedua sisi papan
penyanggah. Aku melihat dia sedang semangat memperbaiki kursi tersebut.
“Tumben bu kos perhatian. Pagi-pagi sudah menyuruh tukang
kayu memperbaiki kursi kami,” Gumanku lirih.
Tidak hanya aku, teman kos lainnya pun senada denganku.
Mereka terheran-heran karena bu kos perhatian. Padahal kalau malam suara
nyanyian kami mengusik tidur nyenyak beliau.
“Disuruh bu kos, pak?” Tanya Pasaribu penasaran.
Sariman melongkok sejenak,”Nggak bang, saya anak kos baru di
sini. Itu kamar saya,” Ucapnya seraya menunjuk sebuah kamar paling pojok yang
memang kosong.
“Oh, anak baru toh.”
“Nama siapa?” Aku pun ikut menimpali.
“Aan, bang.”
Sariman pun menyalami kami satu per satu. Pagi ini Sariman
baru memulai kehidupan yang cukup membuatnya menjadi sengsara. Bergabung dengan
kami yang pada dasarnya usil.
“Ahhh, banyak kali pun yang namanya Aan di kos ini. Kupanggil
Sariman saja yak au, boi. Biar mudah,” Celetuk Pasaribu sadis.
Sariman tersedak, raut wajahnya mulai berubah memelas. Tangannya
yang sedari tadi dengan cekatan memukul paku langsung berhenti. Penyiksaan
Sariman dimulai pagi ini. Mau tidak mau, dia harus menerima panggilan tersebut.
“Saya juga dari Sumatera loh, bang,” Kata Sariman. Entah
kalimat basa-basi agar nama tersebut tidak disematkan atau memang ingin memberi
tahu.
“Sumatera mu mana?” Kali ini Ritonga bertanya.
“Nganu bang,
Palembang Lampung,”Jawab Sariman gugup.
“HAH!!!”
Kompak kami terkejut. Sejak kapan ada Palembang dan Lampung
jadi satu lokasi yang sama.
“Perbatasan Palembang - Lampung?” Ritonga mencoba mencerna.
“Iya, bang. Perbatasan,” Jawab Sariman lugu.
Dari percakapan itulah, kami menjadi akrab dengan Sariman.
Bahkan, sekarang dia kadang lupa sendiri kalau namanya adalah Aan, karena
hampir semua orang mengenalnya dengan sebutan Sariman. Tenang saja, Man. Kata
orang-orang, jika kita memanggil dengan sebutan yang aneh seperti itu; itu
artinya kita teman akrab. Penak toh, Man?
Aku sih manut wae, rakpopo.
Baca juga postingan yang lainnya
Jauh mas dari Aan jadi sariman,.
BalasHapuskirain mau jadi avatar aang hahaha :D
Haaaa, yang peting enak manggilnya :-D
Hapusoh ternyata ada sejarahnya to? haha
BalasHapusSayangnya hari, tanggal, dan jamnya lupa mbak :-D
HapusHahaha, lucu juga dari nama AAN jadi ke Sariman ..
BalasHapuskirain bakalan jadi Saripmen :D hehe
Hemmmm, sepertinya ide bagus untuk ganti naman itu :-D
HapusSemua berubah ketika Pasaribu menyerang :v
BalasHapusAsli jauh Aan jadi Sariman haha
Haaa, sampai sekarang nama tersebut melekat :-D
HapusNama Sariman enak dan mudah didengar juga, namun selalu meninggalkan edentik yang sulit dilupakan di dalam ingatan juga ya mas ? he,, he, he,,
BalasHapusHuahuahua, bener kang :-D
HapusHahaha... kayak senior di kampus-kampus aja kalo lagi namain maba. Namanya apa, dipanggilnya siapa.... xD
BalasHapusPerlu di cek itu, bang. jangan2 Aan-nya sendiri malah ngisi daftar nama dengan nama 'sariman'. O_o
Aku harus tanya bu Kos dulu haaaa
HapusKalo sejarah nama Sarimin...? Itu noh yg sering pergi ke pasar bawa payung.......:D
BalasHapusKalau yang itu aku belum tahu mbak haaaa
Hapus