Jika kita kembali mengingat masa kecil, segala hal saat
itu indah. Senang, sedih, marah, atau apapun itu akan menjadi kenangan manis. Sadar atau tidak, kita pasti tersenyum saat mengingat masa-masa
kecil. Adakalanya kita sedih, tapi lebih banyak yang terbayang oleh kita adalah hal yang lucu, memalukan, dan menyenangkan. Pernahkah
kita mengingat saat masih SD main air hujan?
Waktu masih kecil, hujan bukan berarti sebuah hambatan kala berangkat ataupun pulang sekolah. Aku masih ingat waktu masih SD sering jalan kaki menuju sekolah dengan jarak 4km. Melewati hutan mangrove dan perkebunan (kalau musim jambu/mangga) sering bersua dengan gerombolan Kera. Lupakan dulu gerombolan kera, karena fokus kita saat ini adalah mengingat moment hujan.
Waktu masih kecil, hujan bukan berarti sebuah hambatan kala berangkat ataupun pulang sekolah. Aku masih ingat waktu masih SD sering jalan kaki menuju sekolah dengan jarak 4km. Melewati hutan mangrove dan perkebunan (kalau musim jambu/mangga) sering bersua dengan gerombolan Kera. Lupakan dulu gerombolan kera, karena fokus kita saat ini adalah mengingat moment hujan.
Setiap hujan deras, banyak di antara kita berteduh di teras
sekolah, di bawah pohon rindang. Tapi bagi sebagian
anak laki-laki seperti aku dulu, hujan adalah berkah. Apapun harinya; Senin –
Sabtu. Hujan dikala pulang sekolah adalah panggilan alam untuk bermain.
Tidak percaya? Lihatlah di dusun-dusun seperti kampungku, ketika hujan turun, segerombolan anak laki-laki bukannya berteduh malah mencari bola dan bermain bola di lapangan depan sekolah. Suara teriakan guru yang melarang terabaikan, hukuman dan bentakan orangtua waktu pulang nanti terlupakan. Pokoknya yang penting kami bermain bola sambil hujan-hujanan, tidak peduli kalau sekarang hari Senin, baju kotor urusan nomor sekian.
Tidak percaya? Lihatlah di dusun-dusun seperti kampungku, ketika hujan turun, segerombolan anak laki-laki bukannya berteduh malah mencari bola dan bermain bola di lapangan depan sekolah. Suara teriakan guru yang melarang terabaikan, hukuman dan bentakan orangtua waktu pulang nanti terlupakan. Pokoknya yang penting kami bermain bola sambil hujan-hujanan, tidak peduli kalau sekarang hari Senin, baju kotor urusan nomor sekian.
Bermain saat hujan turun (sumber: www.pikiran-rakyat.com) |
Ada yang lain? Tentunya ada. Hujan deras jarang membuat kami
saat kecil pantang pulang. Kalau kita ingat pepatah “Sedia payung sebelum
hujan” tentu pepatah itu jarang kami gunakan, terlepas apapun itu sebenarnya
hanya sebuah kata kiasan.
Jika hujan turun, kami tentu tetap pulang. Tanpa menggunakan payung, tidak punya mantel/jas hujan. Kami pasti pulang bergerombolan menggunakan daun pisang untuk dijadikan sebagai pengganti payung.
Pernah melakukannya? Hemmm, kalau belum tentu kalian tidak tahu bagaimana sensasinya memotong pelepah pisang tanpa menggunakan pisau. Memotong pelepah pisang menggunakan batu, dan apapun yang dirasa oleh kami tajam.
Jika hujan turun, kami tentu tetap pulang. Tanpa menggunakan payung, tidak punya mantel/jas hujan. Kami pasti pulang bergerombolan menggunakan daun pisang untuk dijadikan sebagai pengganti payung.
Pernah melakukannya? Hemmm, kalau belum tentu kalian tidak tahu bagaimana sensasinya memotong pelepah pisang tanpa menggunakan pisau. Memotong pelepah pisang menggunakan batu, dan apapun yang dirasa oleh kami tajam.
Tanpa payung, daun pisang pun jadi (sumber: www.kaskus.co.id) |
Dan ketika hujan telah reda, gerombolan anak kecil itu pulang
kerumah dengan baju kumal, tas basah, serta kerisauan hati yang mendalam. “Pasti
ibu marah, pasti bapak marah, pasti aku kena hukuman untuk mencuci pakaianku
sendiri sore ini.” Namun disisi lain, segerombolan anak itu tersenyum
bersama dan bilang “Besok kita hujan-hujanan lagi.” Dunia terasa indah bagi
kehidupan sewaktu masih kecil.
Janjian, besok kita hujan-hujanan lagi ya (sumber: www.kaskus.co.id) |
Aku selalu teringat akan cerita-cerita tentang hujan, tentang
daun pisang, tentang bermain bola di tengah-tengah genangan air, atau tentang
rasa takut tatkala mendengar petir menggelegar. Bagiku dulu hujan memang sebuah
seruan untuk bergembira.
Terlepas nanti terkena flu, masuk angin, kepala sakit, dan lainnya. Jika hujan datang, aku selalu berdendang. “Hujan mengingatkanku ketika masih kecil, menyeruak di antara jalanan tergenang air tanpa menggunakan alas kaki, dan berpayungkan daun pisang,”.
Hujan membuat aku semakin sadar darimana diriku berasal, hujan membuat aku rindu dengan gerombolan anak kecil masa itu, hujan membuat aku menangis bahagia untuk mengenang masa kecil.
Terlepas nanti terkena flu, masuk angin, kepala sakit, dan lainnya. Jika hujan datang, aku selalu berdendang. “Hujan mengingatkanku ketika masih kecil, menyeruak di antara jalanan tergenang air tanpa menggunakan alas kaki, dan berpayungkan daun pisang,”.
Hujan membuat aku semakin sadar darimana diriku berasal, hujan membuat aku rindu dengan gerombolan anak kecil masa itu, hujan membuat aku menangis bahagia untuk mengenang masa kecil.
betul tuh dulu waktu kecil sering ujan-ujanan tapi sekarang udah besar malu mau ujan-ujanan teh hehehe
BalasHapusHeee, kalo aku masih seirng ujan-ujanan sambil naik sepeda :-D
HapusFoto dua anak SD yang sedang dipayungi oleh Daun Pisang, yang sebelah kanan mirip dengan foto masa kecilnya Pak Dahlan ISkan, mantan menteri BUMN era pak SBY
BalasHapusWealah heee, keren pak :-D
HapusAku pernah pas kelas 2 SMK menggunakan daun pisang untuk berlindung dr air hujan. Indah memang rasanya :)
BalasHapusWah kalau itu keren deh :-)
HapusAku paling waktu SD - SMP, kalau SMA tempat kos tinggal loncat sama sekolahan :-D
ahhh hujan selalu membawa cerita mas nasir keren kok emng hujan tuh kece badai...
BalasHapusTapi kalo ada petir langsung ngumpet mas :-D
Hapus