Hymne Guru
“Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru…”
“Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku…”
“Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku…”
“Sebagai prasasti terima kasihku…”
“Tuk pengabdianmu…”
“Engkau sebagai pelita dalam kegelapan…”
“Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan…”
“Engkau patriot pahlawan bangsa…”
“Tanpa tanda jasa…”
Sebuah lagu memang
tidak dapat mewakili semua yang telah mereka (guru) lakukan. Berjuang dengan
semboyan “tanpa tanda jasa”, mencoba mengubah peradapan bangsa agar menjadi
lebih baik melalui pondasi yang paling dasar. TK, SD, SMP, SMA, bahkah
sederajatnya yang tidak formal. Mereka tetap berjuang agar kelak tidak ada lagi
anak kecil memandang heran sebuah kertas yang dipenuhi hufuf-huruf. Bukanlah
perjuangan yang mudah saat mereka harus hidup jauh dari keluarga, menyibak
tanah terpencil nan jauh diujung rimba, menyeberangi samudra yang menjadi
pembatas Negeri ini. Mereka rela berbagi pengalaman, menularkan ilmu seadanya.
Mereka berkorban dengan mengalahkan ego serta impian saat kecil didambakan.
Hidup sukses bergelimpangan harta, dan berada ditengah-tengah kota.
Guru adalah pelipur lara disaat pendidikan tidak merata, guru
adalah pelita disaat kegelapan masih menjadi hal yang wajar didaerah-daerah
perbatasan, dipelosok desa, dipulau terluar Indonesia. Guru menjadi seorang
pahlawan tanpa menggunakan topeng sebagai penutup wajahnya. Guru menjadi super
hero bagi mereka yang haus akan pendidikan. Begitu besar perjuangan yang mereka
lakukan, beberapa orang yang aku kenal bahkan harus jauh-jauh keluar dari
hiruk-piruk kota untuk mengajar di tempat-tempat terpencil.
Sudah selayaknya kita berterima kasih pada guru, disaat
orangtua kita sedang membanting tulang untuk mencari sesuap nasi, guru lah yang
menemani kita selama hampir seharian. Mereka dengan sabar mengajari kita untuk
mengeja, bernyanyi, dan membuat kita menjadi sedikit tahu tentang dunia luar.
Dengan kata-kata yang tidak pernah kita lupakan, beliau pasti berucap “Buku
adalah jendela dunia”. Mereka layaknya seorang pustakawan yang berusaha membuat
para siswanya kelah gemar membaca. Atau dengan kalimat “Raihlah cita-citamu
setinggi langit”, layaknya seorang motivator ulung yang selalu berkata dengan
nada optimis.
Aku pernah sedikit bersentuhan dengan sekolah saat kuliah.
Pernah mengunjungi sekolah dengan tujuan memperkenalkan perpustakaan kepada
siswa, mengajak mereka untuk mulai gemar membaca, mengunjungi perpustakaan, dan
mencoba membuat mereka melek dengan literasi. Walau hanya satu hari, tapi
perjuangan itu cukup mengesankan. Tidak pernah terpikirkan jika aku adalah
seorang guru yang rela selama bertahun-tahun hidup dipelosok desa, dan berjuang
agar generasi ini dapat membaca dan bersekolah. Perjuangan yang sangat
menantang.
Guru… Dalam setiap usahamu, setiap peluh keringatmu, setiap
perkataanmu mengandung banyak ilmu yang tidak bisa ditampung semuanya diotak.
Hanya segelintir saja yang bisa kami ingat, lalu kami jadikan pijakan saat
mengejar mimpi. Membaca, disiplin, dan rasa percaya diri adalah bagian terkecil
dari apa yang engkau berikan kepada kami. Kami bangga dengan pengorbananmu,
kami berterimakasih atas semua ilmu yang engkau berikan. Bagi kami, engkau
adalah sosok yang memberikan semangat ini tetap tumbuh menjadi lebih baik.
Terima kasih guru, jika diseluruh hidupku adalah hasil
bimbingan orangtuaku, maka lebih dari separoh hidupku adalah hasil bimbinganmu.
Jasamu bukan dalam bentuk penghargaan, jasamu lebih dari sekedar tropi, karena
jasamu aku bisa mencari jati diriku sendiri, dan aku bisa hidup seperti ini.
Baca juga postingan yang lainnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar